Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh mencatat hingga saat ini ada sekitar 22 ribu warga Aceh penderita orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dengan 50 persen diantaranya menderita gejala kejiwaan berat.
Direktur RSJ Aceh, dr Hanif mengatakan, data pihaknya menunjukkan terdapat sekitar 22 ribu kasus gangguan jiwa di Aceh, dengan lebih dari 50 persen tergolong berat.
Hal ini menjadi dasar pentingnya pusat rehabilitasi seperti di Kuta Malaka.
Untuk itu Pemerintah Aceh sudah meresmikan Instalasi Rehabilitasi Terpadu Kuta Malaka milik Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh, Rabu, 16 April 2025, sebagai langkah nyata dalam meningkatkan layanan kesehatan jiwa yang inklusif dan berkelanjutan.
Instalasi Rehabilitasi Terpadu Kuta Malaka Rumah Sakit Jiwa Aceh, sebuah rumah baru bagi mereka yang selama ini hanya dikenal lewat stigma ‘tidak waras’.
Tempat ini—Instalasi Rehabilitasi Terpadu Kuta Malaka—hadir sebagai pelukan. Sebagai tempat yang menerima tanpa menghakimi, memeluk tanpa syarat, menghargai meski tanpa prestasi.
Dalam ronta menangisi kematian ibunya, sang anak berujar: “aku akan selamanya berada di rumah sakit jiwa ini, tempat aku diterima dengan cinta, tempat aku dihargai tanpa dedikasi apa-apa.”
Hari itu, di Kuta Malaka, bukan hanya sebuah fasilitas yang diresmikan. Tapi juga harapan baru—bahwa tak ada jiwa yang terlalu rusak untuk dicintai, dan tak ada luka yang tak layak untuk dipulihkan.
Plt Sekda Aceh M. Nasir menyampaikan bahwa kehadiran Instalasi Rehabilitasi Terpadu ini merupakan jawaban atas tantangan besar dalam penanganan pasca-rawat bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
“Pemerintah Aceh memandang bahwa kesehatan jiwa merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan sektor kesehatan. Masa pasca-rawat justru menjadi fase krusial, karena banyak tantangan yang dihadapi oleh ODGJ dan keluarganya, termasuk stigma dari masyarakat dan kurangnya pemberdayaan,” ujar M. Nasir.
Nasir mengatakan jika apa yang dilakukan Rumah Sakit Jiwa ini adalah ladang amal, di mana pemerintah membangun tempat untuk membina dan melatih para ODGJ.
“Terima kasih inovasinya pak Kepala Rumah Sakit Jiwa Aceh. Saya harap Kepala SKPA lain bisa urun tangan membantu menjalankan program dari apa yang telah dibangun ini”
Nasir mengatakan, apa yang telah dilakukan RSJ ini adalah upaya memanusiakan manusia. Mereka dicoba tangani, sembuhkan dan diharapakm bisa diterima kembali di tengah-tengah masyarakat.
Sementara itu, Direktur Rumah Sakit Jiwa Aceh, dr. Hanif, menjelaskan bahwa lahan seluas 26 hektar milik RSJ Aceh yang semula direncanakan sebagai pusat layanan rumah sakit, kini difokuskan sebagai pusat rehabilitasi terpadu sesuai RPJM 2025–2030.
“Awalnya ini dirancang sebagai rumah sakit umum untuk layanan kesehatan jiwa. Tapi sekarang diarahkan menjadi tempat rehabilitasi terpadu. Selain ODGJ yang sudah sembuh klinis, nanti korban Napza juga akan direhabilitasi di sini,” ujar dr. Hanif.
Ia menuturkan bahwa sejumlah instansi telah memberikan dukungan dalam pengembangan fasilitas ini.
“Kami dibantu beberapa SKPA. Misalnya, Dinas Pertanian memberikan traktor, Dinas Peternakan dan Energi memberikan lampu penerangan dan bibit tanaman. Pasien kami tanam sayur, hasilnya mereka jual. Uangnya mereka pakai untuk belanja ke rumah sakit, minum kopi, beli baju. Ini bentuk pemberdayaan nyata,” ujar dr. Hanif.
Namun, dr. Hanif juga mengakui bahwa tantangan dalam merawat ODGJ masih besar, terutama karena stigma sosial dan keterbatasan ekonomi keluarga.
“Standar minimal pelayanan 100 persen wajib dipenuhi. Kami sadar fasilitas di kabupaten/kota masih terbatas. Karena itu, kami sampaikan kepada bupati dan wali kota, kalau dibutuhkan, kami siap membantu,” ujar dr. Hanif.
Dr. Hanif juga menegaskan dukungan terhadap program eliminasi pasung yang dicanangkan pemerintah. Di mana ditargetkan eliminasi pasung bisa tuntas di tahun 2025.
“Tolong bantu para polem-polem ini agar bisa sembuh dan hidup mandiri,” ujarnya.